Minggu, 27 Februari 2011

Sebuah Catatan Penting Bahwa Kita Pasti Mati



Sebuah Catatan Penting
Bahwa Kita Pasti Mati

Alpagatani
Banjarmasin, April 2010


Kelelakianku terpantik manakala kumelihat wajah yang lembut rupawan lagi memancarkan aura keibuan. Pelurunya-pun melesat dengan ganas tepat pada sasaran yang bernama hasrat ingin bercengkrama sambil mata dan leherku tidak akan penah lepas maupun berpaling dari bibir mungilnya jika tiba gilirannya berbicara...itu jika aku dan dia duduk bersisian. Hasrat ingin bercengkrama itu juga tidak akan membuat mataku, hanya mataku, untuk bulat-bulat menikmati seluruh kecantikan yang ada pada wajahnya...itu jika kami duduk berhadapan.
Mengapa ada wanita secantik dia ujarku dalam hati. Ada perasaan tidak percaya dan adapula perasaan perih yang mendalam. Sungguh sebuah kecantikan yang menggila dimana seluruh raut dan bentuk wajahnya mampu membuat beribu-ribu mata memandang terkesima tidak tua maupun muda, tidak konglomerat maupun tukang sapu jalanan yang notabene mungkin sudah tidak ada lagi harapan untuk memiliki istri seperti wanita itu. Namun kali ini tukang sapu jalanan itupun seperti aku yang dengan nanar menatap penuh dengan harapan.
Namun kenapa ada terselip perasaan perih. Itu di karenakan hasrat ingin bercengkrama adalah hanya tinggal sebatas angan. Mahasiswa seperti aku yang punya wajah pas-pasan serta kantong yang juga sangat pas-pasan adalah sebuah kekurangajaran besar-besaran jika berani menaruh harapan untuk bisa bermain bersamanya di taman bunga sambil menyanyikan lagu Rhoma yang berjudul: Cuma Kamu.
Bukan berarti aku takut untuk patah hati. Untuk patah hati jelas akan terjadi jika aku dengan muka setebal tembok cina mengatakan pada si juwita itu akan keinginan hatiku. Itu pasti, dan bukan aku saja yang mengalami hal tersebut. Banyak pemuda tampan rupawan yang juga harus menelan pil kekalahan setelah ternyata si juwita tadi adalah kekasih dari seorang pengusaha batubara kelas kakap, eh, kelas hiu malah.
Apa yang ingin aku katakan disini adalah bahwa keterpesonaan akan keindahan adalah sebuah hal sifatrnya sangat manusiawi. Keinginan untuk memiliki pesona itu juga adalah manusiawi bahkan jikalaupun keinginan untuk memiliki pesona itu hanya untuk diri sendiri tanpa ingin berbagi dengan orang lain. Semua itu bukan masalah.
Yang menjadi masalah justru terletak pada pesona itu sendiri. Apabila pesona itu mampu membawa pada kebaikan dan kemajuan maka itu adalah pesona yang bisa dan mampu menjaga agar dirinya tidaklah menjadi penyebab kepada terjadinya kesalah pahaman tugas. Apa itu kesalah pahaman tugas...?
Kesalah pahaman tugas timbul dari terbuainya hati terhadap sebuah potensi untuk dinikmati kehadirannya. Banyak para juwita yang terbuai pada potensi kecantikannya sedang mereka lupa kalau kecantikan tersebut adalah sebuah tugas. Kecantikan yang berupa pesona merupakan potensi yang di harapkan mampu memberi ketenangan pada dunia dengan cara menggunakan kecantikan tersebut sebagai alat juang. Yang di maksudkan disini bukan dengan cara memerkannya kepada khalayak dan selanjutnya menikmati tatapan-tatapan kagum dari kaum Adam. Tertawa senang manakala tukang parkir kelindas truk hanya gara-gara memandang wajahnya.
Banyak para intelektual yang terjebak pada kecerdasannya sendiri. Mereka rela meluangkan waktu untuk tampil di televisi sekedar berdebat masalah kasus-kasus yang sebenarnya tidak butuh perdebatan melainkan butuh aksi nyata. Berbagai macan teori keluar dengan segala macam penjabarannya yang membuat para penonton terkesima terhadap kata-kata yang mereka lontarkan. Padahal jika boleh dirangkum acara-acara perdebatan yang biasanya memakan waktu selama satu jam ternyata hanya terdiri dari beberapa kalimat saja. Itulah orang-orang cerdas banyak terjebak untuk menikmati potensinya dimana dengan kepandainnya mereka mampu mengolah satu kalimat menjadi beberapa paragraf indah yang tidak bosan di dengar.
Pesona dan potensi yang lupa bahwa dianya adalah sebuah isarat tugas maka yang akan timbul kelak persis seperti ketika aku melihat kecantikan si juwita tadi. Para penulis, misalnya, yang menikmati potensi kepenulisannya itu maka dia akan membuat berbagai macam cerita untuk membuat hatinya senang lagi bangga. Para pembaca akan terpesona menikmati alur demi alur yang dia buat seindah untaian permata namun disisi lain para pembaca itu juga akan menemukan bahwa banyak waktunya terbuang percuma hanya karena terbuai oleh cerita tadi.
Kita semua pada dasarnya menjadikan potensi kita sebagai pesona jarang di temukan orang-orang yang yang menjadikan potensinya sebagai alat untuk mencari hakikat kebajikan "pesona" itu sendiri. “Pesona” yang justru telah memberikan kita potensi untuk menemukanNya. Semoga (doa terkhusus untuk jiwa saya sendiri)

2 komentar:

  1. Bagi yang berkunjung, jikalau berkenan, berikan sedikit komentarnya. Lewat facebook juga bisa. Ada tautannya paling bawah.
    Trims,:-)

    BalasHapus
  2. sudah bagus.......:)

    salam kompak, www.erig3.blogspot.com

    BalasHapus