Rabu, 23 Februari 2011

JUDI



JUDI
Alpagatani

Banjarmasin, 02 Mei 2009


Lokasi                    : Diwarung kopi khas pedesaan; dan di rumah Kasman
Waktu                    : Sehabis Isya
Para Pemain         : Mbok Ijah: seoarang wanita paruh baya penjual di warung kopi.
Amat: seorang laki-laki paruh baya, petani.
Kasman: seorang laki-laki paruh baya, petani.
Hasan: seorang laki-laki paruh baya, ulama dan anggota dewan.
Leli: seoarang wanita muda cantik, pembawa acara di TV.  
Sutradara.
Hantu Demokrasi.

Tirai di buka. Mbok Ijah, duduk seorang diri dengan sebuah baju panjang tangan longgar. Sarung membelit hingga mata kaki dan sebuah jiblab panjang bertengger di atas kepala dan pundaknya. Di depannya terhampar beberapa penganan khas desa seperti pisang goreng, tahu isi dan tempe goreng diatas sebuah meja. Ada pula beberapa merek rokok murah yang terjejal tak beraturan dalam sebuah toples kaca. Di toples-toples lain terdapat makanan seperti bolu, peyek dan roti isi kacang. Di panggung sebelah kanan agak kedepan terdapat sebuah tiang yang ditengahnya tergantung seekor lampu teplok, lumayan terang sinarnya.

Mbok Ijah          : (menghela nafas panjang) Heh...sudah lewat Isya tapi daganganku belum habis. Pada kemana ya orang-orang yang biasanya suka ngobrol ngalor-ngidul ga jelas juntrungannya itu. Apa mereka lagi bokek, tapi para petani kan, barusan beberapa hari yang lalu pada manenin hasil kebunnnya dan kayaknya udah di borongin semua  sama orang kota...  (merenung jauh kedapan) Kasian juga para petani itu. Mereka udah susah payah membanting tulang tapi yang di dapat juga ngga seberapa. Orang kota itu juga kelewatan. Mereka dengan enaknya nawar harga hasil panen, ngga tau seberapa bereat sih pekerjaan petani itu....

Dari arah samping panggung muncul seorang pria separuh baya yang hanya mengenkan celana kolor, kaus oblong putih, sarung kumal di sampirkan sekenanya di samping bahu melingkari badannya. Wajahnya legam terbakar sinar matahari. Jelas bahwa dia adalah seorang petani yang tiap harinya bekerja di bawah panas terik matahari.

Mbok Ijah          : (dengan wajah ceria) Hai, Mat. Kemana aja kamu ko’ baru nongol? Biasanya habis maghrib udah nongkrong di warung Mbok.

Amat tersenyum kecil, lalu mengambil tempat duduk tepat berhadapan dengan Mbok Ijah hanya terhalang sebuah meja yang berisi penganan-penganan.

Amat                  : Sebenarnya sih, habis maghrib mau kesini sama si Kasman. Cuman kebetulan di TV lagi ada pertandingan antara Persebaya Surabaya dengan barito Putra. O ya, Mbok. Tolong bikinin  segelas kopi susu panas gelas besar. Kalau ada bubuk jahe kasih aja sedikit biar hangat...

Kemudian dengan santai si Amat menjumput sebuah pisang goreng dan mengunyahnya secara perlahan-lahan sambil memperhatikan Mbok Ijah membuat segelas kopi.

Mbok Ijah          : (memasukkan sesendok gula dan segilintir serbuk jahe kedalam kopi susu) Jadi tadi nonton pertandingan sepak bola di TV, gitu. Yang menang siapa Mat? (selesai mengaduk, membawa kopi susu ke arah Amat)

Amat                  : (menerima kopi susu dengan tangan kirinya) Anu, Mbok. Tadi sewaktu saya nonton kedudukannya masih imbang, tapi sebelum pertandingan itu habis saya pergi kesini. Udah memasuki babak kedua sih, cuman waktunya hampir habis. Ya, aku pikir mungkin skornya tetap aja kosong-kosong. ( meminum kopinya pelan-pelan) Wah... panas banget Mbok... (memonyongkan bibirnya, sambil tangan yang kiri kembali mengambil sebuah tempe goreng)

Mbok Ijah          : Ya, panaslah Mat. Lha wong, kan  kamu juga yang pengen begitu. Malah di tambah dengan serbuk jahe, lagi. Eng, ngomomg-ngomong panen jagung kamu gimana? Udah terjual semua?

Amat                  : Alhamdulillah, Mbok. Semua jagung saya udah habis diborong sama Babah Ahoi, yang orang cina itu. Katanya sih, buat bikin makanan burung, ah, tau lah. Yang penting kan jagung saya habis terjual... Tapi kalau saya pikir-pikir ko’ jagung itu ngga buat di makan aja. Kan enak tuh di buat jagung bakar. Aneh malah di kasih ke burung (meminum lagi kopinya).

Mbik Ijah           : Orang kota mah, nyari yang untungnnya lebih gede. Kalaiu mereka pikir untuk ngasih ke burung lebih menguntungkan ketimbang buat jagung bakar, ya jelas mereka lebih milih buat ke burung lah.

Amat                  : Iya juga, ya Mbok. Eng, si Kasman ko belum nongol ya, katanya tadi pengen nyusul saya disini... Mbok bisa tolong ambilin saya rokok Surya dua batang, lagi malas ngerokok yang murah,hehe. Maklum kan Mbok habis panen. (Mbok mengambil sebuah toples kecil dari dalam lacinya, kemudian mengeluarkan dua  buah batang rokok dan memberikannnya kepada Amat)

Mbok Ijah          : Nih (menyerahkan rokok)... Paling juga dia masih nonton sepak bola yang tadi.

Amat                  : (mengeluarkan geretan dari saku kolor sebelah kanannya, lalu membakar sebatang rokok dan yang lainnya ia letakkan di samping gelas kopi) Sshh....fuahhh (menghisap lalu menghembuskan asap rokok ke atas langit-langit). Ah, tadi sewaktu saya kesini sisa pertandingan paling tinggal 5 menit. Apa dia ga jadi kesini ya...?

Mdbok Ijah        : Ah, paling ada apa kali. Si Kasman tu, langganan Mbok. Hampir tiap malam di datang kesini. Apalagi kalau kaya sekarang, habis panen. Mbok yakin bentar lagi dia datang.

Amat                  : Mudahan deh, gitu... (lalu si Mbok pergi kebelakang)

Mbok Ijah          : Mat, Mbok pergi kebelakang dulu ya...pengen kencing....

Amat                  : He’eh... Tapi jangan lama-lama ya Mbok.

Amat sendiri sambil melamun menghabiskan hisapan demi hisapan rokoknya sementara sesekali tangannya mengambil kopi dan meletakanny di atas bibir,sruuupt.

Tiba-tiba dari arah samping panggung terdengar sebuah suara lantang..
Seoarang pria muncul yang penampilannya setali tiga uang dengan penampilan Amat. Hanya saja pria ini mengenakan celana panjang.

Kasman              : Wah sukur dah. Aku pikir kamu udah pulang dan ga disini lagi. (berjalan, kemudian duduk disamping Amat) Ni, rokok kamu ya? Aku hisap ya... (lalu mengambil rokok Surya yang terletak di samping kopi) Ada geretan ngga? (tanpa suara si Amat memberikan geretannya). O ya, si Mbok kemana? (membakar rokok dan lalu menghisapnya serta menghembuskan asap ke arah wajah si Amat)

Amat                  : Puah.. (mengibaskan asap rokok dari wajahnya) kamu ko keterlaluan banget sih, masa asap rokok dihempaskan ke wajahku! Mana rokoknya rokok aku lagi.

Ksman                : Jadi kamu ngga ikhlas, nih. (tersenyum) Oke aku kembalikan. (mengarahkan rokok kemudian menjentikkan abunya di atas kaki telanjang Amat). Hahaha.... Eh, Mbok kemana?

Amat                  : (merengut) Lagi kebelakang, kencing katanya. (Kasman mengambil dua buah pisang gorang dan memakannya sekaligus)
Kasman              : (Dengan mulut penuh pisang goreng, tersenyum) Mat, kamu tau ngga ada berita menarik buat kita. (tersenyum makin lebar) pokoknya kamu pasti suka... Kita bakalan ketiban rejeki buaanyak, Mat...

Amat                  : Apaan sih?! Paling juga kamu mau bilang kalau ternyata Persebaya yang menang, ya kan? (tersenyum) Wah kalau emeng bener Persebaya menang kita bakalan menang taruhan dari Juki dan Bambang, 10 ribu, lumayan... Ya, Persebaya menang?!

Kasman              : Bukan... Bukan itu, Mat. Pertandingan itu tetap kosong-kosong. Tapi ini berita, aku dapat setelah nonton acara sepak bola tadi, di TV. Ternyata, Mat. Wuahahahaha... Jagoan kita, jagoan kita.... Ky. H. Hasan M.A terpilih jadi anggota dewan. Bukankah janjinya ke kita kemarin kalau dia berhasil menang di akan membuat sebuah langgar buat kampung kita. Dan yang asik kita akan di beri satu orang seratus ribu rupiah perkepala.... Masih ingat ngga?!

Amat                  : Apa...?! (tersenyum cerah) Alhamdulillah.... Aduh, aku senang banget.... Kalau aku, bukan uang seratus ribu itu yang bikin aku senang tapi aku benar-benar suka sama beliau. Sudah orangnnya alim, baik hati lagi. Tapi kamu ngga bohong kan?! (menatap dengan tajam).

Kasman              : (mengambil lagi sepotong pisang goreng). Sumpah...! aku bener-bener liat tadi beritanya di TV. Dan entar jam sembilan lewat 15 Belas menit ada acara wawancara bersama beliau. Pokoknya kita harus nonton.... Waduh, si Mbok ko lama banget ya.... (dari arah samping muncul si Mbok sambil membetulkan sarungnnya)

Mbok Ijah          : Wah, ada kasman. Ya kan, Mat. Kasman pasti datang apalagi kalau habis panen begini,hehehe.

Kasman              : Ah, si Mbok bisa aja. Mbok, ada rokok Gulden ngga? Kalau ada tolong ambilkan yang isi 16.

Mbok Ijah          : Coba aja kamu periksa sendiri di toples itu. Kayaknya sih, masih ada satu bungkus. (duduk di bangku sambil tersenyum)

Kasman              : (bangkit dan memeriksa isi toples) Sebenarnya sih, malas saya meriksa ni toploes, abis isinya campur aduk, gitu. Lain kali suruh laki Mbok deh untuk bikinin lemari kaca buat naruh rokok-rokok ini biar kita ga susah carinya.

Mbok Ijah          : Iya, deh entar. Mbok bilangin sama laki, Mbok. (sementara Kasman masih mengudak-udak isi Toples)
Kasman              : Sukur...emang masih ada satu Mbok.

Amat                  : (meliat jam tangan) Kas, kayaknya sekarang udah hampir jam sembilan. Gimana kalau kita pergi kerumahmu nonton wawancara itu.

Kasman              : O ya? Kalau gitu kamu bayarin dulu dah semuanya nanti dirumah aku bayar.

Mbok Ijah          : Ko buru-buru?

Amat                  : (berdiri sambil mengeluarkan beberapa lembar uang) Anu, Mbok. Kami penegen nonton acara di TV. Kata si Kasman Kyai H. Hasan masuk TV. Dia menang sebagai anggota dewan.

Mbok ijah           : Kyai Hasan yang dulu pernah datang kesini? Yang katanya pengen bkinin kita sebuah langgar?

Kasman              : (sambil membuka rokok) Iya, Mbok. Mat, aku makan pisang goreng tiga.

Amat                  : Saya makan kue dua, terus rokok dua batang dan segelas kopi susu. Jadi semuanya berapa mbok.

Mbok Ijah          : Pas 12 ribu... (amat menyerahkan uangnnya)

Amat                  : Yo , Kas kita pergi... Mari Mbok....

Kasman              : Mari Mbok....

Mbok Ijah          : Hati-hati, ya.

Lampu padam.
Lampu hidup. Di panggung tampak sebuah televisi dan didepannya ada sebuah tikar di samping kiri dengan asbak di salah satu sudutnya. Pada depan panggung sebelah kanan terdapat tiang yang ditengahnya tergantung dua buah arit.

Amat                  : Ayo cepat hidupkan TV nya...! (duduk di lantai sambil membakar sebatang rokok)

Kasman              : (mengambil remot sambil memijit tombolnya)

Lampu padam
Lampu hidup. Di pentas terlihat sebuah layar televisi yang di dalamnnya terdapat dua orang saling berhadapan. Seorang pria berjanggut dengan setelan jas hitam, sebuah sorban bertengger dikepalanya, dileher terbelit selempang sejadah dan di dagunya seutas janggut yang teramat lebat, menggentung angker dan berwibawa. Di hadapannya seorang wanita berbusana muslimah, cantik. Rupanya dia seoarang pembawa acara.

Leli                     : Assalamu alaikum warahamatullahi wabarakatuh. Para pemirsa TV dimanapun anda berada. Kembali bersama saya Leli dalam acara Obrolan Malam Sambil Iseng. Sekarang di depan kita telah hadir seorang anggota dewan yang bernama Kyai H. Hasan M.A. beliau telah berhasil menang dalam pemilu 2009 ( Hasan  tersenyum-senyum). Pada acara kali ini kita akan berbincang-bincang dengan beliau. Baikalah...Pak Hasan... (tiba-tiba Hasan merengut)

Hasan                 : Stop...! Gimana sih! Saya ini kan kyai, ulama dan orang alim. Jangan panggil pak Hasan, gitu. Panggil saya Kyai...

Leli                     : (tersenyum menahan tawa). Baiklah pak kyai.... setelah berhasil memenangkan pemilu 2009 bagaimana perasaan kyai?

Hasan                 : Hahahaha.... sebenarnya saya sih, menganggap bahwa hal ini adalah bukan merupakan sebuah kebanggaan. Karena terus terang seorang anggota dewan punya tugas dan amanah yang amat berat. Saya merasa dengan terpilihnya saya sebagai anggoata dewan dalam pemilu 2009 itu adalah merupakan beban yang teramat berat bagi saya.

Leli                     : Lantas kenapa pak kyai tertawa?

Hasan                 : (tersenyum) Ya, walaupun tugas sebagai anggota dewan adalah berat namun sebuah kemenangan adalah tetap sebuah kemenangan. Ditambah lagi dengan adanya fakta bahwa dengan menjabat sebagai anggota dewan maka dalam lima tahun kedepan saya bisa menjadi seorang kyai yang kaya raya. Hahaha ( Amat dan Hasan bengong dan saling pandang)

Leli                     : Jadi apakah niat pak kyai sebelum mencalonkan diri sebagi caleg adalah untuk mendapatkan kekayaan?

Hasan                 : Oh, tidak...! (batuk-batuk) Niat saya tulus ingin menyampaikan aspirasi masyarakat utamanya masyarakat yang dari golongan rakyat miskin (Amat dan Hasan tersenyum). Hanya tidak bisa dipungkiri jika ternyata gaji anggota seorang anggota dewan terus meghembuskan bayangan kesenangan di dada saya dan bisa membuat para rakyat akan merasa telah ditpu. Hahahaha (Amat dan Hasan kembali bengong)

Leli                     : Maksud pak kyai?

Hasan                 : Ya, coba kau bayangkan kami para anggota dewan kerjanya cuma duduk-duduk, menyampaikan pendapat, rapat dan malah hanya tiduran saja namun kami mendapat gaji yang jumlahnya 1000 kali lipat di banding orang-orang yang sudah membanting tulang dan malah sudah memeras keringat mereka. Malah mereka itulah yang rela antri dalam pencontrengan untuk memilih kami para anggota dewan (Amat dan Hasan tambah bengong: mereka sama-sama menyalakan sebatang rokok).

Leli                     : Tapi tadi pak kyai bilang bahwa tugas seorang anggota dewan adalah tidak ringan...

Hasan                 : Iya, tugas dan amanahnya yang tidak ringan namun cara kerjanya yang ringan. Dan saya memilih cara kerjanya. Hahaha.

Leli                     : Baiklah pak kyai, katanya banyak caleg yang kalah mengalami gangguan jiwa alias stress. Bagaiman pendapat kyai?

Hasan                 : Hahahaha. Tunggu dulu, ini siaran langsung ya?

Leli                     : Iya. Malah tidak mungkin sekarang ini semua rakyat Indonesia sedang melihat acara kita.

Hasan                 : Baik, terus terang saya katakan bahwa mereka yang kalah dalam pemilu 2009 adalah orang-orang yang tidak pandai dalam permainan judi....! Mereka hanya bisa berjudi secara kecil-kecilan. Padahal untuk memenangkan sebuah perjudian harus diperlukan keahlian khusus, gitu... Jadi terang aja mereka pada stress. Siapa sih, orang yang tidak stress jika kalah dalam perjudian?!

Leli                     : Tunggu.... Jadi dengan kata lain kyai ini pandai berjudi, gitu?

Hasan                 : Saya tidak mengatakan kalau saya pandai berjudi...!

Leli                     : Tapi tadi pak kyai bilang kalau mereka yang kalah dalam pemilu adalah orang-orang yanmg tidak pandai berjudi. Jadi dengan kata lain orang-orang yang berhasil menang dalam pemilu adalah orang yang pandai berjudi. Logikanya kan begitu?

Hasan                 : Ini siaran langsung ya?

Leli                     : Iya, pak kyai (tersenyum).

Hasan                 : Sebenanya saya tidak mengatakan diri saya pamdai berjudi. Namun kalau dibilang karena dengan menangnya saya dalam pemilu 2009 saya disebut pandai dalam dunia perjudian maka saya katakan ya!

Leli                     : Maksud pak kyai judi yang diharamkan itu?

Hasan                 : Iya. Judi yang diharamkan itu. Seperti lagunya Bang Rhoma. Judi menjanjinjakn kekalahan... hahahaha (mulut Amat dan Hasan ternganga)

Leli                     : (menghela nafas) Heh... Wah, para pemirsa dimanapun anda berada rupanya wawanacara kita semakin menarik. Pak kyai yang notabene adalah ulama panutan umat ini ternyata berani mengklaim dirinya sebagai oarang yang pandai dalam dunia perjudian. Sebelum kita berbiacara lebih jauh lagi dengan beliau ada baiknya kita istirahat sejenak.... Jangan kemana-mana tetaplah bersama kami di acara Obrolan Malam Sambil Iseng. (tersenyum) Pak kyai silahkan tehnya diminum.

Hasan                 : (menyalakan sebatang cerutu dan tampak bergitu bangga dengan dirinya)

Amat                  : Gimana, Kas?! Katanya dia pandai judi padahal dia kan ulama, gitu...

Kasman              : Aku juga bingung, Mat. Kita liat aja entar gimana selanjutnya. Kamu mau minum kopi?

Amat                  : Iya (Kasman pergi kebelakang untuk membuat dua cangkir kopi)

Kasman              : (datang dengan dua cangkir kopi di tangannya) Nih... awas masih panas. ( mereka kemudian masing menyeruput kopi panasnya sedikit demi sedikit)

Amat                  : Kas, kayaknya acaranya udah dimulai lagi tuh, tolong besarin dong suaranya! (Kasman mengambil remot kemudian memijit tombolnya)

Leli                     : (dengan suara yang pelan kemudian menyaring seiring dengan pijitan tombol Kasman) Baikalah para pemirsa kembali lagi kita dalam acara Obrolan Malam Sambil Iseng. Nah, tadi pak kyai sudah mengatakan bahwa orang-orang yang kalah dalam pemilu 2009 adalah orang-orang yang tidak pandai bejudi karena pak kyai ini adalah caleg yang berhasil menang maka secara tidak langsung dia mengakui bahwa dia adalah orang yang pandai berjudi. Logikanya seperti itu. Sekarang pak kyai, alasan apakah pak kyai berani berkata demikian?

Hasan                 : (menghela nafas panjang disertai dengan senyum mengejek) Heh... Saya kira kalian rakyat Indonesia sudah tahu semua bahwa dalam pemilu 2009 itu bisa diumpamakan sebagai meja judi dimana para pemainnya adalah orang-orang yang mencalonkan diri sebagai caleg. (Amat dan Hasan saling pandang). Ternyata masih banyak di antara kalian yang belum tahu tentang hal ini. Heh, kasihan.

Leli                     : Bisa di jelaskan lebih lanjut pak....Hasan...eh, maaf pak kyai?

Hasan                 : Oh tentu. Dengan segala senang hati. (tersenyum) Kamu tahu apa itu judi? (Leli tersenyum, sambil memberi isyarat agar pak kyai meneruskan bicaranya). Judi adalah suatu bentuk permainan yang  melibatkan untung dan rugi. Jadi orang yang menang dalam judi adalah orang yang beruntung. Namun judi juga bisa dimenangkan oleh orang–orang yang pandai dalam dunia perjudian yaitu orang-orang yang licik dan pandai menipu.

Leli                     : Sebentar pak kyai, tadi pak kayai sudah bilang bahwa pak kyai ini adalah orang yang pandai dalam dunia perjudian jadi pak kyai ini termasuk juga orang yang pandai menipu dan licik. Begitu?! Bukankah ini bia menghancurkan wibawa kyai sendiri...?!

Hasan                 : Kamu jangan menyimpulkan seperti itu. Walaupun apa yang kamu katakan itu adalah benar namun kamu juga harus melihat pakaian yang saya pakai. Bukankah jelas tergambar dalam penampilan saya bahwa saya adalah seorang ulama?

Leli                     : Tapi kalau menurut seperti yang kyai bilang tadi maka semua pemirsa dapat menyimpulkan bahwa ternyata kyai ini adalah seorang yang licik dan penipu pula... (Amat dan Hasan saling melongo seperti orang blo’on)

Hasan                 : Kamu kan tadi minta penjelasan. Dan karena ini adalah acara yang disaksikan oleh seluruh masyarakat Indonesia maka saya jelaskan apa adanya, jujur. Saya adalah seoarang ulama yang selalu berani berkata yang jujur walaupun pahit, itulah yang sering di ajarkan kepada kami para ulama. Dan saya rasa seluruh pemirsa di rumah dapat menghargai kejujuran saya. Lagipula wibawa saya malah akan bertambah dengan keberanian saya berkata jujur.

Leli                     : Baiklah pak kyai. Kita teruskan perbincangan kita yang ternyata semakin menarik ini. (Amat menyeruput kopinya keras-keras) Silahkan dilanjutkan penjelasannya pak kyai...

Hasan                 : Baik. Jadi mengapa saya katakan orang yang menang dalam berjudi adalah orang yang licik karena dalam perjudian keberuntungan selalu bisa dimunculkan dengan kelicikan. Orang bermain kartu jika ingin menang harus selalu punya kartu turf, yaitu kartu yang jika dikeluarkan maka lawan main akan kalah.

Leli                     : Lau apa hubungannya dengan pemilu 2009?

Hasan                 : Oh, banyak. Sekarang kamu perhatikan. (pelan-pelan Hasan mengeluarkan beberapa kartu remi dari saku jasnya). Ini lihat (Leli melongo, Amat dan Kasman saling pandang tak percaya). Yang pertama ini adalah kartu Joker berwarna merah. Jika saya memiliki kartu ini maka dalam arena perjudian 50% kemenangan sudah ditangan saya. Kemudian yang ini kartu Joker warna hitam. Kartu ini akan menambah kemenangan saya sebesar 25% lagi. Dan dua kartu ini adalah karu King dan Queen masing-masing menambah peluang kemenangan sebesar 10% dan yang terakhir adalah kartu Jack. Jika semua kartu ini ada di tangan saya maka sudah pasti kemenangan ada di tangan saya pula.

Leli                     : Baiklah pak kyai... Penjelasannya bisa di lanjutkan sebentar lagi. Sebelumnya saya sangat ingin mengetahui mengapa seorang ulama seperti anda ada membawa beberapa kartu remi di dalam saku?

Hasan                 : Jujur kartu ini selalu ada di dalam saku saya kemanapun saya pergi. Mengapa demikian? Karena saya telah berhutang budi kepada kartu-kartu ini. Karena kartu inilah maka saya bisa memenangkan pemilihan umum 2009...

Leli                     : (tercengang (Amat dan Kasman saling tatap tak percaya pada tingkat 100%) Wah sungguh menarik apa yang pak kyai katakan barusan. Bisa dijelaskan kenapa kartu ini bisa membuat pak kyai bisa menang dalam pemilu dan apakah ada hubungannya dengan penjelasan sebelumnnya? (Amat dan Kasman memperhatikan layar TV dengan penuh keseriusan)

Hasan                 : Oke... Sekarang biar seluruh dunia tahu. Seperti sudah saya bilang sebelumnnya bahwa pemilu sama dengan permainan judi. Ketika pemilu sama dengan permainan judi maka otomatis saya pun mempelajari dari pakar judi bagaimana caranya untuk bisa menang dalam permainan judi. Para pakar judi itu mengatakan pada saya bahwa saya harus mempunyai kartu turf. Mengenai kartu tersebut sudah saya jelaskan sebelumnnya... Jika dalam perjudian dalam memperoleh kartu itu adalah dengan jalan kelicikan dan sedikit keberuntungan maka dalam pemilu adalah bagaimana caranya mengeluarkan kartu-kartu itu dengan penuh kelicikan dan penipuan.

Leli                     : Bisa di jelaskan secara sederhana pak kyai?

Amat                  : Kamu dengar ga, penjelasan pak kyai tadi?! (dengan wajah penuh keheranan,takjub)

Kasman              : Iya, aku dengar...!!!

Hasan                 : Begini...kalau dalam permainan judi kita  ternyata tidak mempunyai kartu itu maka kita bisa memperolahnya dengan kelicikan. Misalnya dengan kecepatan tangan kita mengambilnya dari tumpukan kartu, dan itu di perlukan keahlian khusus. Namun dalam pemilu adalah bagaimana kita mengeluarkan kartu itu dengan penuh kelicikan. Misalnya dengan iming-iming hadiah kepada rakyat jika mereka memilih saya.

Leli                     : Oh, jadi yang dimaksud disini adalah kelicikan dalam hal sebelum pelaksanaan pemilu. Misalanya tadi pak kyai memberi janji-janji kepada rakyat agar mereka tertarik untuk memilih pak kyai sebagai anggota dewan...

Hasan                 : Benar sekali... dan asal kamu tahu kelicikan bukan hanya sebelum pemilu, kelicikan juga bisa dilakukan setelah pemilu. Misalnya membuat saingan saya yang menang  sebuah skandal sehingga membuat dia tidak dapat melanjutkan tugasnya sebagai anggota dewan.

Leli                     : Tapi anda sebagai ulama bukankah hal yang seperti itu terlarang dalam agama?!

Hasan                 : Sudah saya bilang bahwa dunia pemilu adalah sama dengan dunia judi sehingga siapapun orang yang memasuki dunia pemilu jelas adalah para penjudi, ngga pedduli apapun status sosialnya. Bukankah judi namanya jika dalam menarik perhatian masa para caleg mengeluarkan uang tidak sedikit hanya untuk menang, dan itu adalah merupakan kartu joker berwarma merah. Maka siapa yang punya modal besar maka 50% kemenangan sudah ditangannya.

Leli                     : Maksudnya?

Hasan                 : Kamu tau lotre? Bukankah siapa yang paling banyak membeli undian dialah yang menang dan lotre dikalangan ulama hukumnnya adalah haram. Lalu apa bedanya lotre dengan uang yang dikeluarkan caleg untuk menarik perhatian masa?!!

Kasman              : Astaga pak kyai  ko ngomong gitu...

Amat                  : Jadi para caleg yang ada itu adalah para penjudi, gitu?

Kasman              : Ga tau, Mat....pusing. Aku merasa dikhianati.

Leli                     : Lalu bagaimana dengan kartu-kartu lainnya?
Hasan                 : Sekarang kamu perhatikan. Ini joker hitam (sambil memperlihatkan joker hitam dengan tangan kanannya) adalah janji-janji kepada publik. (seketika wajah Amat dan Kasman mengang dan mengeras, jelas menahan kemarahan) Ini kartu King (memperlihatkan kartu dengan tangan kanan setelah meletakkan karu joker) adalah money politik alias politik uang. Ini kartu Queen adalah munafik politik dan yang terakhir kartu Jack adalah kepintaran dalam berorasi. Asal kamu tahu semua itu ada pada saya. Hahahaha... (Amat dan Kasman saling pandang dengan wajah yang semakin menegang, urat leher keluar)

Leli                     : Tapi pak kyai apakah segampang itu dalam mengelabui rakyat, bukankah rakyat kita sudah pandai-pandai?!

Hasan                 : Siapa bilang mereka pandai. Jangankan rakyat biasa para mahasiswa yang katanya adalah orang-orang intelek-pun bisa saja saya kibuli. Hahahaha...

Leli                     : Caranya?

Hasan                 : Macam-macam. Saya bisa menggunakan semua kartu pada kelompok mahasiswa yang paling intelek sekalipun. Mislanya, ada beberapa kelompok mahasiswa yang bisa digerakkan untuk melakukan demonstrasi asal mereka di bayar. Nah, saya suruh saja mereka  berkampanye dengan tujuan untuk memberi sugesti kepada rakyat bahwa yang pantas menduduki kursi legislatif adalah para ulama. Dan bukankah saya sebgai ulama?! Dan mereka para mahasiswa rela kampanye hanya di bayar 2 bungkus rokok per orang. Hahaha.... serta baju kaos tentunya.

Leli                     : Ada lagi ngga?

Hasan                 : Untuk para mahasiswa?

Leli                     : Iya.

Hasan                 : Asal kamu tahu, ya. Para mahasiswa itu walaupun mereka katanya intelekt namun ketika saya iming-imingi jika saya terpilih menjadi anggota dewan maka para mahasisiwa yang kurang mampu dan yang prestasinya tinggi akan mendapat beasiswa mereka dengan senang hati memilih saya. Padahal yang saya maksudkan dengan beasiswa adalah beasiswa yang memang sudah ada, yaitu beasiswa yang itu-itu juga. Hahaha.Untuk para mahasiswa yang agamis saya jelaskan kepada mereka bahwa jika Indonesia ingin maju maka kita harus menegakkan sariat Islam di negri ini dan orang yang bisa melakukannya adalah para pemimpin yang ulama. Wah, mendengar saya berkata begitu apresiasi mereka kontan membeludak terhadap saya. Dan mereka baru tahu sekarang kalau ternyata setiap caleg adalah penjudi termasuk saya. Hahahaha.

Amat                  : Wah, para mahasiswa yang pinter-pinter itu juga bisa dikadali. Terus bagaimana dengan kita?

Kasman              : Kurang ajar si kyai gadungan itu. Sumpah nyesal gua memilih dia.... Jangan-jangan uang yang seratu ribu itu cuma janji bohongan?! Wah, kampreeeet.....!

Leli                     : Lalu bagaiman dengan rakyat biasa?

Hasan                 : Rakyat bisa. Hahahaha. Pekerjaan paling gampang aku rasa untuk itu. Ga usah macam-macamlah, cukup saya dalam kampanye meneriakkan ALLLAH HU AKBAR kontan mereka langsung senang. Dan setelah itu saya beri mereka hiburan berupa artis dangdut seksi. Hahaha.

Leli                     : Eng...tapi kan ga etis kalau kyai setelah meneriakkan Allah Hu Akbar tiba tiba kemudian kyai menyuguhkan artis seksi dan semolhai dengan goyangannya untuk menghibur mereka. Bukankah itu kontras sekali?!

Hasan                 : Haha...o ya, siapa nama kamu?

Leli                     : Leli, pak kyai.

Hasan                 : Leli...Leli. tadi kan sudah saya jelaskan  berkali-kali bahwa pemilu adalah seperti sebuah meja judi dan siapapun yang terlibat di dalamnya adalah para penjudi, termasuk rakyat yang telah mencontreng dalam pemilu 2009 ini.

Leli                     : Ah, yang bener pak kyai? Masa rakyat juga termasuk penjudi. (wajah Amat dan Kasman berubah marah kearah murka)

Amat                  : Kamu dengar, Kas?! (dengan nada yang keras)

Kasman              : (meradang) Iya dengar. Kurang ajaar...!

Hasan                 : Kalau bisa di umpamakan justru mereka itulah yang menjadi kupon-kupon buntut. Jadi bagi para caleg semakin banyak kupon buntut yang mereka punyai maka semakin besar peluang mereka utnuk menang. Hahaha.

Kasman              : (berdiri dengan gusar) Kurang ajar sekali kyai biadab itu! Masa kita disamakan dengan kupon buntut! Awas kau...! (bergerak seperti hendak mengambil celurit yang tergantung di tiang)

Amat                  : (buru-buru berdiri dengan raut wajah tegang) Kas, Kas... Mau kemana? Sabarlah, duduk dulu. Kita habiskan dulu wawancaranya. (Kasman dan Amat kembali duduk)

Leli                     : Baiklah pak kyai berhubung waktu kita sudah hampir habis. Ini ada satu pertanyaan lagi buat pak kyai. Pertanyaan ini sungguh timbul dari rasa kepenasarana saya dan mungkin juga buat para pemirsa di rumah. Kalau memang pemilu adalah sebuah perjudian maka siapakah yang bertanggung jawab dalam hal ini?! (Kasman dan Amat seketika memperhatikan  layar televisi dengan khusu)

Hasan                 : (terdiam agak lama, hening, wajahnya begitu dalam dan tenggelam dalam pemikiaran, sikap tubuhnya mematung) Yang bersalah dan bertanggung jawab dalam masalah ini.....adalah.....DEMOKRASI....

Tiba-tiba demi mendengar perkataan pak kyai kontan Amat dan Hasan bangkit dengan wajah penuh kemarahan. Badan mereka agak gemetar.

Hasan                 : DEMOKRASI-lah yang telah menciptakan pemilu di negri kita maka saya pikir dia lah yang harus di persalahkan. Jadi DEMOKRASI adalah ibu dari para penjudi.

Leli                     : Tapi bagaimana caranya? Bukankah demokrasi hanya sebuah benda abstrak...?

Hasan                 : Ya, mungkin kita harus menegok kebelakang. Bukankah Bung Karno yang begitu mendengung-dengungkan demokrasi dulu.....?

Hasan                 : Kamu dengar itu, Mat (dengan suara keras penuh emosi)! Dia telah bilang bahwa demokrasi yang kita cintai ini adalah ibu dari para penjudi!!! Gimana nih, Mat! Dia juga secara ngga langsung telah menghina buyut kita Bung Karno!!!

Amat                  : (sangat jelas tidak mampu lagi menahan amarah) Kas, kita ganyang saja kyai bangsat ini (setengah berbisik sambil matanya melirik ke arah arit yang tergantung di tiang)!

Kasman              : (ragu-ragu) Tapi bagaimana caranya?

Amat                  : Itu kan, ada dua buah arit. Kita penggal saja lehernya!

Kasman              : Saya sih setuju saja. Tapi dia kan ada dalam TV?

Amat                  : Siapa bilang dia ada di adalam TV. (dengan suara keras) Dia ada disini! Di atas pentas....!

Serentak Amat adan Hasan berlomba memesuki layar TV dan hampir bersamaan mengacung-acungkan arit ke leher pak kyai. Leli melongo kemudian menjerit. Sementara pak kyai terduduk dengan wajah pucat dan bibir gemetar nampak ada yang ingin dia sampaikan namun tidak bisa untuk mengeluarkannya. Kejadian itu berlangsung sekitar 3 menit di selingi teriakan marah Amat dan Hasan dan teriakan ketakutan dari bibir Leli.

Amat                  : Kamu kyai bedebah! Penipu! Bangsat, kamu pantas mati!

Kasman              : Hei, kyai gadungan kamu tahu siapa itu Bung Karno, dia adalah buyut kami. Berani-beraninya kamu menghina beliau! Demokrasi adalah darah kami.

Tiba-tiba dari arah samping panggung masuk sang sutradara.

Sutradara            : Hei, apa-apaan ini! Saya sutradara, dan adegan ini ga ada dalam naskah! Kenapa bisa jadi begini?! Bagaimana kalau dia bener-bener mati kita semua bisa masuk penjara! Ah, rusak semua... Teater gagal....! kalau begini ceritanya untuk apa kita latihan selama berhari-hari? Hah! Kalian tahu ngga saya bikin naskah ini sampai ngga tidur.... Dan  arit ini saya letakkan di panggung agar keadaan panggung seimbang. Sini aritnya!

Kontan Amat dan Hasan menurunkan aritnya lalu sutradara mengambil dan meletakannya di tenpat semula. Leli dan pak kyai bernafas lega.

Amat                  : Abisnya Bang, dia menghina demokarasi kelewatan banget (dengan wajah tertunduk). Malahan Buyut kami, Bung Karno, dia hina juga. Siapa yang ga panas coba...

Sutradara            : Tapi sewaktu latihan kan, kalian ngga begini...

Kasman              : Justru itu Bang, kita latihan ngga pernah sampai adegan ini. Dalam latihan adegan ini selalu kita lewati dengan alasan kami mudah aja entar menjalaninya. Padahal alasan sebenarnya kami ngga suka jika demokrasi dilecehkan dan apalagi sampai membawa-bawa nama Bung Karno segala. Aku dan Kasman juga pikir nanti di pentas kami pasti bisa menahan emosi, eh, ngga taunya...

Sutradara            : Jadi, sekarang gimana? Gagal dong teater kita?! (semua berwajah sedih) Hah.....(menghembuskan naafas panjang lalu mikir) Okelah, sekarang kita minta maaf kepada semua penonton dengan adanya hal ini, mari....

Lampu padam.
Tirai turun.

Sutradara            : Hei, kenapa lampunya dimatikan...?! Teater kita udah gagal! Hidupkan lagi lampunya...! Hoi, dengar ngga?! Juru lampu! Hidupkan lagi lampunya....!

Tirai dibuka.
Lampu hidup.
Diatas panggunag tampak para pemain membentuk setengah lingkaran dan di tengah-tengah mereka berdiri tegap  Hantu Demokrasi. Berwajah seram dengan dua buah tanduk dikepalanya, badan coklat dengan kutil disana-sini, dibelakang punggungnnya terdapat sebuah bendera merah putih yang diikat dengan sebuah kawat kecil lurus keatas. Hantu Demokrasi mengocok-ngocok tumpukan kartu remi dengan kedua tangannya. Seketika semua pemain kaget dan surdara terkejut serta takut melihat kedatangannya.

Semua suara       : Hah! Siapa kamu? (semua pemain dan sutradara jatuh terduduk dengan ketakutan)
Hantu
Demokrasi (HD)         : Hahahaha....(tertawa sangat lantang dan menyeramkan) akulah Hantu Demokrasi.....! Huahahahaha....

Semua suara       : Hantu demokrasi...?!

HD                     : Ya...! Aku adalah Hantu Demokrasi. Aku adalah ayah dan sekaligus ibu yang melahirkan perjudian di negri ini. Terutama dalam pemilu alias pesta demokrasi. Huahahahaha.....
                           Semua dipilih berdasarkan suara mayoritas padahal yang mayoritas adalah kumpulan kupon buntut yang terbanyak. Akulah Hantu Demokrasi... Dalam setiap perjalanan pemilu, para penjudi aku hembuskan nafas nafsu kekuasaan yang berasal dari bara neraka. Namun mereka melihat itu adalah ladang surga. Hahahahaha

Semua suara       : (lemas) Ta...ta...tapi kamu ngga ada dalam naskah kami....(pingsan semua, tinggal Hantu Demokrasi yang tegap berdiri sambil menghambur-hamburkan kartu remi ke segala arah)

HD                     : Aku ada dalam naskah. Aku ada dalam naskah gelap sejarah Indonesia.....

Tirai turun dan lampu padam.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar