Senin, 21 Februari 2011

Kenangan Indah Sehabis Ashar


Alpagatani

Kenangan Indah Sehabis Ashar

Ah, apa yang harus aku lakukan..? Wajah gadis itu selalu terbayang disetiap hari dan aktifitasku. Seperti kali ini. Pembelajaran di kelas meski bisa di bilang lumayan berhasil karena anak-anak sebagian besar mengerti apa yang aku ajarkan namun sungguh di setiap jeda suasana ingatanku melayang untuk namanya. Tepat pada pukul setengah empat sore pembelajaran usai sudah. Aku harus ketemu dengan dia hari ini juga, tekadku dalam hati. Salah satu sifat yang bisa di banggakan dari diri ini yang mana memang tidak banyak adalah kekuatan bertindak jika sudah bulat walau apa jua rintangannya. Inilah jiwa sang petualang yang pada dasarnya di punyai oleh setiap orang hanya tajamnya pengalamanlah yang membedakan takarannya.

Tepat di depan sebuah mesjid agung kuparkir kendaraan usang untuk menantinya karena sesuai rencana dia akan lewat jalan sini sehabis menjemput saudaranya dari pulang sekolah. Udara segar menghembus rasa maluku karena di dalam telpon kukatakan kepadanya bahwa ada sesuatu yang akan kuberi dan sesungguhnya itu tidak lain adalah sebuah alasan klasik yang sering di pakai oleh anak-anak SMA jika ingin bertemu dengan orang yang di rindukannya sedang aku adalah seorang mahasiswa. Yah, terkadang untuk urusan yang beginian intelektual bukanlah sebuah jaminan untuk tidak bertindak kekanakan.

Belum lama, dia mengirimkanku sebuah sms yang isinya mengatakan bahwa mungkin kedatangannya agak terlambat karena ada sesuatu keperluan. Hem, mungkin membeli sebotol bedak atau lipstik pikirku. Padahal jika dia sadar bahwa tanpa polesanpun wajahnya memanglah sudah teramat cantiknya. Dengan adanya sms itu kuputuskan sejenak untuk membeli satu dua batang rokok. Sudah hukum alam perasaan jika kita menanti orang yang di rindukan gelisah pastilah ada kalau tidak mau dibilang gugup.

Melangkah kesebrang jalan karena di sana rupanya tikaman matahari sore tidak seberapa berhubung pepohonan besar di halaman mesjid agung banyak tumbuh. Motor tak berkunci aku tinggalkan dengan penuh percaya diri. Jika sekira waktu itu ada orang yang berniat jahat maka dengan mudah dia akan membawa motor itu. Tapi saudaraku, sifat penuh keyakinan di tambah dengan sedikit rasa masa bodoh malahan sering membuat barang yang seharusnya mempunyai peluang besar untuk di ambil orang, eh, malah lebih aman nyatanya. The Power of Feeling, itu bahasa kerennya.

Tepat melintasi sebuah gerobak empek-empek, salah satu nama makanan, sebuah suara memanggilku. Kupalingkan wajah ke arah sumber suara tersebut dan mataku menangkap seraut wajah yang sangat tidak asing meski kami hanya pernah bertemu sekali dan itupun kurang lebih setahun yang lewat. Ya, dialah sang penjual empek-empek yang gerobaknya barusan aku lewati. Jabat tangan pun terjadi antara tanganku dan tangannya. Dia bertanya mengapa aku baru saja terlihat yang kujawab bahwa aku sudah bekerja sehingga aktifitas keluyuranku sudah amat berkurang. Dia mengucapkan rasa sukur banyak kali. Selanjutnya kami sama-sama duduk mencangkung dan ngobrol ngalor-ngidul.

Masih ingat pada waktu bertemu pertama kalinya yakni kurang lebih setahun yang lewat. Pada saat itu aku dengan sepeda ontel butut melenggang lelah dari perpustakaan pusat kota Banjarmasin. Tepat pada rasa kelaparan tiba di terjang matahari siang terik aku sampai di depan gerobaknya dan memesan kepadanya semangkuk empek-empek. Entah karena bersimpati melihat keringat di wajahku di tambah waktu itu sangat gemar aku memakai busana muslim yang jelas dia menemaniku makan dan menanyakan banyak hal. Kuliahku dan lain-lain.

Pada kali pertama pertemuan itu jelas teringat didalam memori penyimpan kenangan indah bahwa dia adalah orang yang sangat bijaksana lagi penuh semangat. Nasehat-nasehat penuh moti-vasi hidup dia berikan kepadaku di antara bising knalpot kendaraan yang lalu lalang di belakang kami. Begitu bangganya dia melihat anak muda sepertiku yang tidak minder untuk bersepeda ontel karena katanya jaman sekarang banyak pemuda yang tahunya hanyalah pamer atribut kematrealistikan. Padahal dia tidak tahu bahwa akupun memakai sepeda ontel karena memang tidak punya pilihan. Selain bertanya tentang hidupku dia juga bercerita tentang hidup dan keluarganya yang ternyata sangatlah keras.

Terselip perasaan was-was, bagaimana jika di tengah obrolan ini gadis yang kutunggu datang sedang aku tidak melihatnya. Ingat akan kendaraan terpakir tepat di bibir jalan, sangat mudah dilihat, gadis itu pasti akan dengan mudah menemukannya dan jika kemudian menya-dari bahwa aku tidak ada di sana maka ku yakin sms akan tiba: “akhi ada di mana?”. Kembali kami duduk mencangkung seperti setahun yang lewat dan kali ini tanpa adanya semangkuk empek-empek di tanganku.

Percakapan baru berlangsung se-bentar dan seketika rasa takut kiranya tidak berjumpa dengan si gadis perlahan menguap dengan terkendali ke arah keikhlasan. Ini di karenakan belum apa-apa penjual empek-empek sudah memberi aku motivasi hidup dimana jauh lebih berharga di banding setahun lalu di sebabkan karena aku juga sedang sangat mem-butuhkannya. Dia berkata bahwa aku pasti akan sukses jika tidak pernah menyerah tehadap berbagai masalah yang ada (sungguh nyatanya masalah telah memenuhi batok kepala). Katanya ada tiga hal yang harus kupunyai jika ingin meraih kebahagiaan yakni kepercayaan diri, me-miliki prinsip dan semangat yang tinggi. Didalam bercakap itu dia selalu menyentuh tubuhku seakan kami adalah pasangan ayah dan anak. Manakala ada perkataan tentang hati maka tangannya, yang hitam terbakar sinar matahari lagi sebuah bukti usaha keras telah dilakukannya untuk menghidupi enam orang anak, bergerak menyentuh dadaku. Terasa lembut dan penuh persaudaraan. Sementara di sekitar kami berkumpul para orang tua sedang menjemput anakanya pulang dari sekolah yang dibangun dalam komplek mesjid agung, Sabilal Muhtadin.

Aku sungguh tidak tahu siapa sebenarnya orang ini. Karena niat mula-mula hingga aku berada di sekitar sini adalah menanti seorang gadis dan tanpa di sangka-sangka penjual empek-empek itu malah menasehatiku tentang perkawinan. Seorang gadis solehah adalah merupakan pilihan yang paling tepat dalam mencapai kebahagiaan hidup. Saat dia berkata seperti itu kembali ingatan ini melayang ke wajah gadis yang mungkin sebentar lagi akan tiba. Apakah aku mencintai gadis itu? Entahlah...yang kutahu hanya aku merasa rindu padanya.

Para orang tua semakin banyak berdatangan dan sampai sekarang tidak ada satupun orang yang membeli empek-empeknya. Si penjual pun rupanya sedang menimati pertemuan denganku. Orang tua telah memberikan segalanya untuk kita maka dari itu sedikitpun jangan sampai mereka dilupakan, nasehat tambahannya. Dengan hanya berjualan empek-empek sudah mampu dia mengirim uang ke kampung halaman di Palembang, lanjutnya lagi penuh bangga.

Tepat di belakang kami ada seorang anak laki-laki dengan sepeda ontel dimana pada sadel belakang duduk bocah perempuan kecil berjilbab. Anak itu memandang kearahku sejenak dan ke penjual empek-empek lalu berhenti. Meski sekilas dapat kutangkap kekerasan tekad pada garis wajah anak lelaki itu, lembut dan tegas. Kumpulan sifat yang nantinya akan membuat gadis-gadis jatuh hati padanya kelak.

Orang tua penjual empek-empek sejenak menunduk melihat kearah rerumputan kecil yang banyak tumbuh di kaki trotoar. Dari arah kanan kami penjual pentol goreng berkata kepada sahabat tuaku bahwa anaknya ada di belakangnya. Oh, ternyata anak lelaki tadi dan bocah perempuan kecil adalah anak dari si Bapak ini. Serentak kami berpaling dan berdiri. Dengan wajah di selimuti senyum riang juga sedikit heran, sebelum berpaling kearahku si Bapak bertanya dalam bahasa Jawa Ngapak yang mempertanyakan tujuan kedatangan sang anak, sahabat tuaku ini bercerita bahwa anak lelakinya itu telah menjadi guru mengaji meski jika dilihat dari wajahnya anak itu masih umur enambelasan.

Setelah bersalaman dengan anak-anak dari seorang Bapak yang penuh tanggung jawab lagi bijaksana akupun pamit pergi dengan mengecup tangannya. Kata terakhir yang kudengar darinya adalah sebuah doa serta tawaran untuk makan barang semangkuk empek-empek yang dengan halus terpaksa ku tolak.

Langkah kembali terayun dengan kedua tangan memegang tali ransel. Daerah siring di depan sebuah markas tentara berjejer muda-mudi memadu kasih. Sebuah pemandangan yang meresahkan pikirku meski jujur senang juga rasanya melihat wajah-wajah segar dari para gadis belia dimana pada garis dahinya tergambar bahwa jalan hidup mereka sangat sederhana, hiburan dan kesenangan. Yah, apalah lagi yang harus dipikirkan jika hidup di tengah bumi yang kaya ini. Hanya dengan sedikit keberuntungan serta usaha niscaya kita sudah bisa hidup. Jauh berbeda dengan Jepang, misalnya, disana sangat diperlukan skill yang mumpuni karena ketatnya persaingan ditambah sumber daya alam yang kurang.

Sampai di sebuah warung kulepas rasa dahaga dengan segelas minuman sambil mata tidak hentinya melihat kearah jalan. Tentu ingatanku bahwa tidak lama lagi gadis tersebut akan datang belumlah hilang. Teringat itu kembali rasa gelisah mendera yang aku coba tengahi dengan menyulut sebatang rokok dari tiga batang yang barusan di beli dari warung tadi. Selanjutnya kembali melangkah kearah di mana motor di parkir. Rasa lapar sedari siang belum makan semoga sedikit terobati pikirku pada saat nanti melihat senyuman gadis itu.

Ah, aku belum sholat ashar. Ma’afkan hamba wahai Tuhan Yang Maha Pengasih. Didepanku sungguh tepat bediri agung mesjid Sabilal Muhtadin dimana dulu ayahku sering bermunajat di sana manakala menghadapi beban ekonomi ketika beliau yang notabene adalah anak seorang petani miskin mencoba mengejar cita-cita kuliah di fakultas keguruan jurusan bahasa inggris. Alhamdulillah apa yang beliau cita-citakan tercapai sudah. Semoga aku anaknya yang lemah ini juga mampu meneladani semangat beliau. Semangat seorang pemuda desa yang terpaksa mencuci piring di sebuah warung makan demi seporsi gado-gado. Ayah, semangatmu semoga mengalir dalam darah ini, amin. Suara hatiku berdoa.

Untuk membunuh sedikit kegelisahan kuputuskan untuk berbicara dengan seorang teman melalui layanan selular. Seorang gadis yang sedang kuliah di Kalimantan Timur dan sekarang sudah mulai bekerja sebagai penjaga stand dealer motor. Suaranya yang lembut mampu sedikit meredakan kegelisahan ini. Disudut agak kekanan terlihat serombongan anak remaja yang terdiri dari beberapa pria dan wanita. Salah satu dari mereka membawa sebuah handycam. Aku pikir hasil foto mereka pasti sangat bagus yang bukan saja di tunjang dengan pemandangan indah siring namun juga oleh wajah-wajah mereka yang cantik rupawan. Nikmatilah masa muda kalian, kawan, semoga pengalaman-pengalaman akan mendewasakan kalian kelak.

Ditengah perbincangan dengan sahabat lama dari ujung jalan kulihat gadis yang kutunggu datang. Seluruh tubuhnya tertutup oleh kain hanya telapak tangan dan wajahnya yang terlihat. Mengenakan sebuah jeket warna coklat dan baju longgar berwarna merah tua. Tak kupungkiri wajah gadis ini sangatlah lembutnya. Kututup sambungan telpon dengan temanku dan gadis yang kutunggu ditemani perasaan penuh kegelisahan ini sekarang tepat di depanku dengan seorang adik perempuan di belakangnnya.

Rasa senang lagi bahagia tersimpan erat di dalam hati. Justru yang kulakukan adalah berlagak bahwa aku menunggunya dalam rangka penyampaian garis-garis besar program kerja BEM FKIP dalam bentuk sebuah naskah ketikan. Kuper-hatikan dari dekat wajahnya, ah, kutemukan sebuah garis lelah. Meski garis lelah pada wajahnya tidak dapat dia sem-bunyikan dengan baik seperti yang biasa dia lakukan namun di sana semangat itu tetap membara dan terpancar dari sorot matanya. Itulah salah satu hal yang membuat aku kagum dengannya, sema-ngatnya mengarungi hidup.

Dalam panggung kehidupan banyak orang yang terjebak dalam membaca semangat. Para pembawa acara di panggung-panggung pementasan musik yang besuara lantang dengan gerak energik bisalah sudah dikatakan bersemangat. Disisi lain seorang anak kurus berwajah dekil, pucat dan lesu sambil mengayuh gerobak pulungnya dikatakan tidak mempunyai semangat hidup karena ayunan kaki kecilnya begitu lunglai ditambah dengan sorot mata penuh kesayuan. Namun bagiku justru yang bersemangat adalah anak kecil dengan gerobak pulungnya itu. Semangat adalah sifat tidak pernah putus asa dalam menghadapi hidup. Itulah semangat wahai kawan, letaknya di kekuatan tekad yang tidak pernah menyerah akan segala rintangan hidup. Dan ketika semangat bertemu dengan keikhlasan maka disanalah akan tercipta berbagai macam keajaiban hidup bukti adanya campur tangan Dia.

Setelah berbasi-basi sejenak gadis itupun berlalu dengan motor warna jingganya. Ashar semakin beranjak. Ditengah perjalanan masih dapat kulihat punggung gadis tersebut. Sebuah tubuh yang teramat mungil pikirku. Hatiku tercekat, dengan tubuh sekecil itu dia sudah memikul beban tanggung jawab sebagian keluarganya. Dirumah hanya seorang Ibu tempatnya meletakkan kepala ketika lelah. Di pelukan Ibunyalah dia juga berlindung ketika justru tangan lembut seorang pria dia butuhkan sekedar mengusap rambutnya. Anak gadis semuda itu, wahai dunia, peliharalah setiap perjalanannya. Kalian tahu dia adalah seorang wanita. Apa yang akan kalian lakukan ketika melihatnya menatap para lelaki tua pergi ke langgar untuk sholat. Aku tahu wahai dunia ini sudah takdirnya. Itu sudah keputusan dari Yang Maha Bijaksana. Namun jika boleh aku meminta tolong gantilah airmata kesepian yang sering dia jatuhkan di malam-malam, dimana justru gadis seusia dia asik tertawa dengan seorang pemuda di keremangan sudut malam, dengan lindungan dan kasih sayangmu. Jika engkau matahari terbit di waktu pagi hangtkanlah jiwanya sehingga kesedihan yang terus dia sembunyikan mampu bercengkrama dengan sinarmu. Dan engkau angin yang tak pernah lelah bergerak bawalah kedalam hatinya cerita gembira tentang keramahan kupu-kupu desa di ladang kebun strobery. Katakan padanya bahwa kupu-kupu itu sangat rindu sekedar hinggap di pucuk rambut indah-nya. Semoga dengan itu hatinya selalu berseri-seri.

Masih kuingat jelas semangat dari tekadnya manakala kami dengan teman-teman yag lain bercengkrama tentang berbagai hal. Kala itu sebuah pertanyaan di ajukan bahwa setelah lulus kuliah kelak adakah diantara kami yang ingin melanjutkan studi keluar negeri, sobat, dengan penuh percaya diri tanpa ada pertimbangan diacungkannya tangan mungilnya sebagai tanda bahwa dia ingin melanjutkan studi keluar negri. Ingat juga tentang salah satu keinganannya hendak mencoba membangun lewat agrobisinis yang katanya selain karena hobi juga usaha tersebut sangatlah menjanjikan. Wahai gadis yang punggungnya masih aku tatap betapa malunya diri ini melihat engkau. Aku menantimu hanya dengan berbekal sebuah kumpulan catatan program kerja yang kugunkan sebagai alat sekedar bisa melihat wajah lembutmu sementara hamba-hamba Tuhan sedang bermunajat di mesjid depan mataku. Rasa malu semakin bertambah setelah menyadari engkau datang dengan seorang adik. Aku berada di depanmu atas kepentingan pribadi sedangkan engkau berada di depanku dari sebuah perjalanan atas dasar kasih sayang.

Udara sore menghempas dada. Suasana seperti ini pada sebuah desa akan tercium harum padang perdu sedangkan di kota hanya bau bahan bakar dan bising kendaraan. Seorang tua penjual empek-empek dan seorang gadis yang wajahnya selalu kurindukan,selamat, kalian telah mengajarkan aku banyak hal. Seringkih dan semungil apapun tubuh kita hal tersebut bukanlah penghalang untuk di tempati oleh hal-hal yang bumi saja tidak sanggup memikulnya, cinta dan keikhlasan, karena tempatnya adalah di hati. Terimakasih wahai bising kota engkau telah mempertemukan aku dengan dua orang anak manusia dimana mereka berjalan di garis kehidupan menggunakan hatinya.

Ayah, betapa kelak bahagianya engkau jika mempunyai seorang anak permainan mata hati seperti gadis itu. Doakanlah anakmu ini agar bisa meneladani semangatmu dan ketegaran dalam menghadapi setiap cobaan hidup. Dan juga ayah, jika kelak engkau ada garis bertemu dengan dia ingatlah bahwa dia mempunyai semangat seperti yang ayah punya. Betapa inginnya anakmu ini memanen padi bersama tambahan lagi jika sekiranya kupu-kupu disekitar kita berjodoh untuk hinggap di rambutnya. Terpenting dari se-mua, yang ingin aku lihat hanyalah senyum bahagia dari hatinya dimanapun dia berada kelak.


Banjarmasin, 14 Februari 2010



Semua garis hidup tentulah dalam rangka mendewasakan kita. Dan engkau lebih mengerti akan hal itu. Ketabahan, semangat, cinta, keikhlasan, kelem-butan semua ada dalam hatimu sehingga ter-kadang membuatku iri. Hanya satu pesanku jadilah wanita solehah. Kebahagiaan, surga, menantimu adikku karena yang di perhitungkan adalah proses kita menjalani hidup. Salam dan doaku untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar